Kumpulan Makalah

Minggu, 21 Agustus 2011

PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA SEBELUM MASA PENJAJAHAN


BAB I
PENDAHULUAN
I.  Latar belakang masalah
Sejarah membuktikan bahwa Islam telah masuk ke Indonesia pada abad ke-7 M. atau pada abad ke-I H Hijriyah.[1] Dengan demikian maka berarti orang Islam yang masuk ke Indonesia pada saat itu adalah orang-orang yang dalam pengamalan agamanya beraliran Al-Salaf al-shaleh (orang-rang terdahulu yang shaleh = golongan angkatan pertama). Pada abad ke-I H. ini belum dikenal adanya madzhab Syafi’ie, Maliki, Hanafi dan Hambali.
Walaupun Islam masuk ke Indonesia abad ke-7 M. tetapi penyebarannya baru meluas pada abad ke-13 M. Perluasan Islam ditandai dengan berdirinya kerajaan Islam tertua di Indonesia sepeti Perlak dan Samudera Pasai di Aceh pada tahun pada tahun 1292 dan tahun 1297. Melalui pusat-pusat perdagangan di daerah pantai Sumatera Utara dan melalui urat nadi perdagangan di Malaka, agama Islam kemudian menyebar ke Pulau Jawa dan seterusnya ke Indonesia bagian timur. Walaupun di sana ada peperangan, tetapi Islam masuk ke Indonesia dan peralihan dari agama Hindu ke Islam, secara umum berlangsung dengan damai. Hal ini terjadi  di antaranya karena sikap dan kepribadian para penyiar Islam yang pertama di Indonesia dengan mengingat tiga hal, yaitu : [2]
1.    Para penyebar Islam pertama tersebut adalah angkatan umat Islam ke-1 H. Nabi Muhammad pernah bersabda bahwa : Sebaik-baik abad adalah abad saya kemudian abad berikutnya.
خير القرون قرني ثم ما يليه. (الحديث)
2.    Mereka pada umumnya adalah para pedagang dan perantau. Pada umumnya pedagang dan perantau selalu bersikap ramah, ulet bekerja dan sederhana.
3.    Mereka datang sebagai golongan minoritas yang tidak bersenjata.
Di samping karena faktor kepribadian dari para muballigh sebagaimana di atas, ada beberapa faktor lain yang menyebabkan agama Islam dapat tersebar dengan cepat di seluruh Indonesia pada masa permulaan, yaitu :
1.    Agama Islam tidak sempit dan tidak berat melakukan aturan-aturannya, bahkan mudah dianut oleh segala golongan umat manusia. Untuk masuk Islam cukup hanya dengan mengucapkan dua kalimat syahadat saja.
2.    Dalam agama Islam hanya sedikit tugas dan kewajiban
3.    Penyiaran Islam dilakukan dengan cara berangsur angsur sedikit demi sedikit.
4.    Penyebaran Islam dilakukan dengan cara kebijaksanaan dan cara yang sebaik-baiknya.
5.    Penyiaran agama Islam dilakukan dengan perkataan yang mudah dipahami umum, dapat dimengerti oleh golongan bawah sampai golongan atas, yang hal ini sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW yang maksudnya : berbicaralah kamu dengan manusia menurut kadar akal mereka.[3]
Beberapa faktor di atas, menyebabkan proses Islamisasi di Indonesia berlangsung dengan mudah, sehingga pada pada akhirnya menjadi agama utama dan mayoritas di Indonesia.
Proses pembentukan dan pengembangan masyarakat Islam yang pertama melalui bermacam-macam kontak, misalnya kontak jual beli, kontak perkawinan dan kontak dakwah langsung, baik secara individual maupun kolektif.[4]
Dari hal itulah terjadi semacam proses pendidikan dan pengajaran Islam meskipun dalam bentuk yang sangat sederhana. Materi pelajarannya yang pertama sekali adalah kalimat syahadat. Sebab barang siapa yang sudah bersyahadat berarti orang tersebut sudah menjadi Islam. Kemudian setelah itu, barulah diperkenalkan bagaimana cara melaksanakan shalat lima waktu, cara membaca Al-Qur’an dan semacamnya.
Dengan demikian kita ketahui bahwa ternyata dalam Islam itu praktis sekali dan dari sana pula pendidikan beranjak yaitu dari hal-hal yang paling mudah.

II. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang seperti diatas, maka penulis merumuskan masalah sebagai beikut :
  1. Bagaimanakah Pendidikan Islam di Indonesia pada  Masa Kerajaan Islam ?
  2. Bagaimanakah Peran Walisongo dalam mengembangkan Pendidikan Islam di Jawa ?






















BAB II
PEMBAHASAN MASALAH

I.  Pendidikan Islam Pada masa Kerajaan Islam di Indonesia.
Masa kerajaan Islam merupakan salah satu dari periodesasi perjalanan Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Karena itu, bila kita berbicara tentang perjalanan sejarah pendidikan Islam, tentu saja kita tidak bisa mengesampingkan bagaimana keadaan Islam itu sendiri pada masa kerajaan Islam.

1.   Kerajaan Islam di Aceh
Kerajaan Islam yang pertama di Indonesia adalah kerajaan Samudera Pasai di daerah Aceh yang berdiri pada abad ke 10 M. dengan rajanya yang pertama Al-Malik Ibrahim bin Mahdum, yang kedua bernama Al-Malik Al-Saleh dan yang terakhir bernama Al-Malik Sabar Syah (tahun 1444 M/abad ke 15 H.).[5] Seorang pengembara dari Maroko yang bernama Ibnu Batutah pada tahun 1345 M. sempat singgah di Kerajaan Pasai pada zaman pemerintahan Al-Malik Al-Zahir  saat perjalanannya ke cina. Ibnu Batutah menuturkan bahwa ia sangat mengagumi kerajaan Samudera Pasai di mana rajanya sangat alim dalam ilmu agama dan menganut madzhab Syafi’i, fasih berbahasa Arab dan mempraktekkan pola hidup yang sangat sederhana.
Menurut apa yang dikemukakan Ibnu Batutah tersebut, dapat ditarik kepada system pendidikan yang berlaku di zaman kerajaan Samudera Pasai, yaitu :
1.    Materi pendidikan dan pengajaran agama bidang syariat ialah fiqh madzhab Syafi’i.
2.    Sistem pendidikannya secara informal berupa majlis ta’lim dan halaqah.
3.    Tokoh pemerintahan merangkap sebagai tokoh agama,
4.    Biaya pendidikan agama bersumber dari Negara.[6]
Kerajaan Islam yang kedua di Indonesia adalah Perlak di Aceh. Rajanya yang pertama Sultan Alaudin (th 1161 – 1186 H./Abad ke-12 M.Seorang warga Italia yang mengelilingi dunia, pernah singgah di Perlak pada tahun 1292. Ia melaporkan bahwa ibu kota Perlak ramai di kunjungi pedagang Islam dari timur tengah, Persia dan India. Rajanya yang ke-6 bernama Sultan Mahmud Alaudin Muhammad Amin adalah seorang ulama yang mendirikan Perguruan Tinggi Islam yaitu suatu majlis ta’lim tinggi yang khusus di hadiri oleh murid yang sudah alim. Lembaga tersebut mengajarkan dan membacakan kitab-kitab agama yang berbobot pengetahuan tinggi, misalnya kitab Al-Um karangan Imam Syafi’I dan lain-lain.[7]

2.   Kerajaan Islam di Jawa
Salah seorang raja Majapahit yang bernama Sri Kertabumi mempunyai istri yang beragama Islam yang bernama Putri Cempa. Dari putri Cempa inilah lahir seorang putra yang bernama Raden Fatah yang kemudian hari menjadi raja kerajaan Islam pertama di Jawa yaitu kerajaan Demak.
Tentang berdirinya kerajaan Demak, para ahli sejarah berbeda pendapat. Sebagian ahli berpendapat bahwa kerajaan Demak berdiri pada tahun 1478 M. Pendapat ini  berdasarkan atas jatuhnya kerajaan Majapahit. Ada pula yang berpendapat bahwa kerajaan Demak berdiri pada tahun 1518 M. Hal ini berdasarkan bahwa pada tahun tersebut merupakan tahun berakhirnya masa pemerintahan Prabu Udara Brawijaya VII yang mendapat serbuan tentara Raden Fatah dari Demak.
Dengan berdirinya Kerajaan Islam Demak yang merupakan Kerajaan Islam pertama di Jawa tersebut maka penyiaran agama Islam semakin luas serta pendidikan dan pengajaran Islam pun bertambah maju.
Sistem pelaksanaan pendidikan dan pengajaran agama Islam di Demak punya kemiripan dengan yang dilaksanakan di Aceh, yaitu dengan mendirikan mesjid di tempat-tempat yang menjadi sentral di suatu daerah. Di sana diajarkan pendidikan agama di bawah pimpinan seorang badal untuk menjadi seorang guru yang menjadi pusat pendidikan dan pengajaran serta sumber agama Islam.
Wali suatu daerah diberi gelar resmi, yaitu gelas Sunan dengan ditambah nama daerahnya, sehingga tersebutlah nama-nama seperti : Sunan Gunung Jati, Sunan Geseng, Kiai Ageng Tarub, kiai Ageng Sela dan lain-lain.[8]
Kerajaan Demak tidak bertahan lama, pada tahun 1568 M. terjadi perpindahan kekuasaan dari Demak ke Pajang. Namun adanya perpindahan ini tidak menyebabkan terjadinya perubahan yang berarti terhadap sistem pendidikan dan pengajaran Islam yang sudah berjalan. Baru setelah pusat kerajaan Islam berpindah dari Pajang ke Mataram (1586) terutama di saat Sultan Agung berkuasa (1613) terjadi beberapa macam perubahan. Setelah Sultan Agung mempersatukan Jawa Timur dengan Mataram serta daerah-daerah yang lain, maka sejak tahun 1630 M. Sultan Agung mencurahkan perhatiannya untuk membangun Negara seperti menggalakkan pertanian, perdagangan, pendidikan dan semacamnya. Bahkan pada masa Sultan Agung ini kebudayaan, kesenian dan kesusasteraan sangat maju.
Pada saat itu di setiap desa diadakan tempat pengajian Al-Quran yang diajarkan adalah pengenalan huruf hijaiyah, membaca Al-Qur’an, barzanji, pokok dan dasar-dasar ilmu agama Islam. Bahkan ada beberapa Kabupaten yang diadakan pondok pesantren besar yang mengajarkan kitab-kitab berbahasa arab yang diterjemahkan kata demi kata ke dalam bahasa daerah yang dilakukan secara halaqah. Selain pondok pesantren besar, juga di selenggarakan semacam pondok pesantren takhassus yang mengajarkan satu cabang ilmu agama secara mendalam atau spesialisasi.

3.   Kerajaan Islam di Maluku
Islam masuk ke Maluku di bawa oleh muballigh dari Jawa sejak zaman Sunan Giri dari Malaka. Raja Maluku yang pertama masuk Islam adalah Sultan Ternate bernama Marhum pada tahun 1465 – 1486 M. atas pengaruh Maulana Husain, saudagar dari Jawa. Raja Maluku yang terkenal di bidang pendidikan dan dakwah Islam ialah Sultan Zainul Abidin tahun 1486 – 1500 M. Dakwah Islam di Maluku menghadapi dua tantangan, yaitu yang datang dari orang-orang yang masih animis dan dari orang Portugis yang mengkristenkan penduduk Maluku. Sultan Sairun adalah tokoh yang paling keras melawan orang Portugis. Tokoh misi Katholik yang pertama di Maluku ialah Fransiscus Zaverius tahun 1546 M. Ia berhasil mengkatholikkan sebagian dari penduduk Maluku.
Ketika bangsa Belanda yang beragama Kristen Protestan datang di Indonesia mulai pula usaha memprotestakan penduduk di Indonesia pada awal abad 17 M. (thn 1600 M.) Pemerintah Belanda berhasil memprotestankan rakyat Indonesia secara massal di daerah Batak, Manado dan Ambon. Sedangkan Katholik berhasil di daerah Nusa Tenggara Timur yang mendapat pengaruh dari Portugis di Timor-Timor.[9]

4.   Kerajaan Islam di Kalimantan
Islam  mulai masuk di Kalimantan pada abad ke 15 M. dengan cara damai, dibawa oleh muballigh dari Jawa. Sunan Bonang dan Sunan Giri mempunyai santri-santri dari Kalimantan, Sulawesi dan Maluku. Sunan Giri ketika berumur 23 tahun, pergi ke Kalimantan bersama saudagar Kamboja bernama Abu Hurairah. Muballigh lainnya dari Jawa adalah Sayid Ngabdul Rahman alian Khatib Daiyan dari Kediri.[10]
Perkembangan Islam mulai mantap setelah berdirinya kerajaan Islam Banjar Masin di bawah pimpinan Sultan Suriansyah sehingga mesjid-mesjid di bangun di hampir setiap desa.
Pada tahun 1710 M (tepatnya 13 Shafar 1122 H) di zaman Kerajaan Islam Banjar ke-7 di bawah pemerintahan Sultan Tahmilillah (1700-1748) telah lahir seorang ulama terkenal yaitu Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari di desa Kalampayan Martapura. Sejak kecil beliau diasuh oleh Sultan Tahmilillah dan cukup lama berstudi di Mekkah yaitu sekitar 30 tahun sehingga pada gilirannya beliau terkenal kealiman dan kedalaman ilmunya, tidak saja di Kalimantan dan Indonesia tetapi sampai di luar negeri khususnyakawasan Asia Tenggara.
Syekh Muhammad Arsyad banyak mengarang kitab-kitab agama, di antaranya yang paling terkenal sampai sekarang adalah kitab Sabilul Muhtadin. Sultan Tahmilillah mengangkatnya sebagai mufti besar Kerajaan Banjar. Syekh Muhammad Arsyad juga berjasa besar dalam mendirikan pondok pesantren di kampung Dalam Pagar yang sampai sekarang masih terkenal, yaitu Pesantren Darussalam.[11]

5.   Kerajaan Islam di Sulawesi

Kerajaan yang mula-mula berdasarkan Islam di Sulawesi adalah kerajaan Kembar  Gowa  Tallo. Rajanya bernama I. Mallingkaang Daeng Manyonri yang kemudian berganti nama dengan Sultan Abdullah Awwalul Islam. Menyusul di belakangnya raja Gowa bernama Sultan Aludin. Dalam waktu dua tahun seluruh rakyatnya telah memeluk Islam. Muballigh Islam yang berjasa di sana ialah Abdul Qadir Khatib Tunggal gelar Dato Ri Bandang berasal dari Minangkabau, murid Sunan Giri. Seorang Portugis bernama Pinto pada tahun 1544 M menyatakan telah mengunjungi Sulawesi dan berjumpa dengan pedagang-pedagang (muballigh) Islam dari Malaka dan Patani (Thailand).
Pengaruh raja Gowa dan Tallo dalam dakwah Islam sangat besar terhadap raja-raja kecil lainnya. Beberapa ulama besar yang membantu Dato’ Ri Bandang ialah Dato’ Sulaiman alias Dato’ Pattimang dan Dato’ Ri Tirto alias Khatib Bungsu. Diperkirakan bahwa mereka itu juga berasal dari Minangkabau.
Dari Sulawesi Selatan, agama Islam mengembang ke Sulawesi Tengah dan Utara. Islam masuk daerah Manado pada zaman Sultan Hasanuddin, ke daerah Bolang Mangondow di Sulawesi Utara pada tahun 1560 M, ke Gorontalo pada tahun 1612 M. Agama Islam yang telah kuat di Sulawesi Selatan itu menjalar masuk di Kepulauan Nusa Tenggara, yairu ke Bima (Sumbawa) dan Lombok, di bawa oleh pedagang-pedagang Bugis. Sumbawa di kuasai kerajaan Gowa pada tahun 1616 M.[12]

II. Peran Wali Songo dalam mengembangkan Pendidikan Islam di Jawa.
Islam untuk pertama kali masuk di Jawa pada abad 14 M. (tahun 1399 M.) di bawa oleh Maulana Malik Ibrahim dengan keponakannya bernama Mahdum Ishaq yang menetap di Gresik. Beliau adalah orang Arab dan pernah tinggal di Gujarat. Pada zaman itu yang berkuasa di Jawa adalah kerajaan Majapahit. Salah seorang raja Majapahit bernama Sri Kertabumi mempunyai isteri yang beragama Islam bernama puteri Cempa. Kejadian tersebut sangat berfaedah bagi dakwah Islam karena pada akhirnya puteri Cempa melahirkan putera bernama Raden Fatah yang menjadi raja Islam yang dipertama di Jawa yaitu kerajaan Demak. Kehadiran kerajaan Islam Demak dipandang oleh rakyat Majapahit sebagai cahaya baru yang membawa harapan. Rakyat Majapahit sudah kenal agama Islam jauh sebelum kerajaan Demak berdiri.
Dakwah di Jawa makin memperoleh bentuknya yang lebih mantap dengan adanya pimpinan yang disebut Walisongo ((Sembilan wali) yang merupakan Sembilan pemimpin dakwah Islam di Jawa. Kesembilan wali tersebut adalah Maulana Malik Ibrahim ( Maulana Sekh Maghribi), Sunan Ampel (Raden Rahmat), Sunan Bonang (Maulana Ibrahim), Sunan Derajat (Raden Qasim), Sunan Giri (Raden Paku/Raden Ainul Yaqin), Sunan Kudus (Raden Amin Haji/Jakfar Shadiq), Sunan Muria (Raden Prawoto/Raden Said), Sunan Kalijogo (Raden Syahid), Sunan Gunung Jati ( Raden Abd, Qadir/Syarif Hidayatullah/Faletehan/Fatahillah).
Maulana Malik Ibrahim mencetak kader muballigh selama 30 tahun. Wali-wali lainnya adalah murid dari Maulana Malik Ibrahim yang digembleng dengan pendidikan sistem pondok pesantren.
Sunan Ampel mewarisi pondok pesantren ayahnya yaitu Malik Ibrahim. Sunan Ampel diambil menantu oleh penguasa Tuban bernama Ario Tejo. Di antara murid Sunan Ampel ialah Raden Fatah putra raja Majapahit terakhir. Sunan Ampel ikut mesponsori dan mendesain berdirinya kerajaan Islam yang pertama di Demak.
Sunan Bonang adalah putra Sunan Ampel. Sunan Bonang menaruh perhatian yang besar pada bidang kebudayaan dan kesenian. Daerah operasinya ialah antara Surabaya dan Rembang. Beliau mengarang lagu-lagu gending Jawa yang berisi tentang ke Islaman antara lain tembang Mocopat.
Sunan Derajat adalah putra Sunan Ampel, adik  sunan Bonang dan menjadi penasehat dan pembantu Raden Fatah dalam pemerintahan. Beliau menganjurkan hidup sederhana dan selalu baik sangka kepada santrinya.
Sunan Giri adalah sepupu Sunan Ampel. Ayahnya adalah seorang ulama yaitu Maulana Ishaq dan ibunya adalah seorang bangsawan yaitu seorang puteri dari Belambangan. Beliau diambil menantu oleh Sunan Ampel.
Sunan Giri menitik beratkan kegiatannya di bidang pendidikan. Dalam hal susunan materi pelajaran beliau mengadakan kontak dengan kerajaan pasai di Aceh yang berhaluan Ahli Sunnah Madzhab Syafi’i. Beliau menjadi utusan para wali menghadapi Syekh Siti Jenar yang mengajarkan ilmu Tasawuf kepada orang yang masih awam. Kesimpulan pendapat Sunan Giri ialah bahwa Syekh Siti Jenar adalah kafir bagi manusia dan mukmin bagi Allah.
Sunan Kudus adalah menantu Sunan Bonang dan mendalami ilmu syariat. Tugasnya menjadi Hakim Tinggi di Demak dan menjadi Panglima militer. Bidang hukum syariat yang mendapat perhatian lebih khusus adalah bidang mu’amalat.
Sunan Muria menjadi ipar Sunan Kudus. Ia terkenal zuhud dan menjadi guru tasawuf yang terkenal pendiam tapi pandangan dan fatwanya sangat tajam.
Sunan Kalijaga adalah ipar dari Sunan Ampel dan beristerikan saudara Sunan Giri. Sejak kecil ia hidup di kalangan keluarga di istana Tumenggung Ario Tejo alias adipati Wilatikta di Tuban. Ia dididik dalam bidang pemerintahan dan kemiliteran khususnya di bidang angkatan laut dan ahli dibidang pembuatan kapal dari kayu jati. Ia membuat salah satu tiang pokok mesjid Demak dari potongan-potongan kayu jati yang disusun rapi dan kuat.
Dakwah Sunan Kalijaga terutama ditujukan kepada golongan tani dan buruh. Dalam susunan pemerintahan Demak, Sunan Kalijaga diserahi bidang penerangan dan pemerintahan dalam negeri. Pola tata kota diseragamkan, dengan pusat kota adalah sebuah lapangan yang disebut alun-alun. Kediaman kepala pemerintahan (Bupati) menghadap ke alun-alun begitu juga mesjidnya. Hal itu melambangkan perpaduan antara rakyat dengan pemerintah dan alim ulama. Hubungan antara ulama dan umara itu dirumuskan oleh Sunan Kalijaga dengan kalimat Sabdi Pandito Rart.
Sunan Gunung Jati telah mendapat kemenangan dalam merebut kota Jakarta dari tangan Portugis pada tahun 1527 M. Beliau adalah putra Maulana Ishaq dan adik Sunan Giri lain ibu. Ibunya berasal dari Arab suku Quraisy. Ia menjadi menantu dari Sultan Demak dan diangkat menjadi penguasa Jawa Barat yang berkedudukan di Cirebon. Ia adalah tokoh politik, militer, ulama dan menjadi raja muda Cirebon dan Banten di bawah lindungan Demak. Ketika usianya mulai lanjut, Sunan Gunung Jati memimpin pondok pesantren di Cirebon. Bidang pemerintahan diserahkan kepada putranya yaitu Sultan Hasanuddin yang berkedudukan di Banten. Pangeran Jayakarta saudara Sultan Hasanuddin diserahi wilayah Jakarta sekarang.
Jadi Walisongo adalah orang-orang saleh yang tingkat takwanya kepada Allah sangat tinggi. Pejuang dakwah Islam dengan keahlian yang berbeda. Ada yang ahli dalam ilmu Tasawuf, seni budaya, bidang pemerintahan, bidang militer dan sebagainya yang semuanya diabdikan untuk pendidikan dakwah Islam.[13]




















BAB III
PENUTUP

Dari pembahasan di atas dapat kami simpulkan bahwa Pendidikan Islam di Indonesia sebelum masa penjajahan telah berkembang walupun dengan sstem yang masih sangat sederhana dan dilaksanakan secara informal. Islam datang ke Indonesia dibawa oleh para pedagang muslim, sambil berdagang mereka menyiarkan agama Islam. Setiap ada kesempatan mereka memberikan pendidikan dan ajaran Islam dengan berupa contoh dan suri teladan. Mereka berlaku sopan, ramah-tamah, tulus ikhlas, amanah, pengasih dan pemurah, jujur dan adil, menepati janji serta menghormati adat istiadat yang hal ini menyebabkan masyarakat nusantara tertarik untuk memeluk agama Islam.
Hampir disetiap desa yang ditempati kaum muslim didirikan mesjid untuk mengerjakan shalat Jum’at dan juga pada tiap-tiap kampung didirikan surau atau langgar untuk mengaji Al-Qur’an dan tempat mengerjakan shalat lima waktu. Dalam bentuk permulaan, pendidikan Islam di langgar atau surau atau di mesjid masih sangat sederhana. Modal pokok yang mereka miliki hanya semangat menyiarkan agama bagi yang memiliki ilmu agama dan menuntut ilmu bagi yang masih awam.
Pada zaman kerajaan Islam, Pendidikan Islam semakin menemukan bentuk yang jelas dan semakin berkembang. Para penyebar Islam pada masa itu sudah banyak yang mendirikan pondok pesantren dengan santri yang banyak dan tidak jarang datang dari pelosok Nusantara. Pondok pesantren yang ada pada saat itu walaupun masih dengan sistem pembelajaran yang masih sangat sederhana tetapi pelajaran agama yang diberikan sudah sangat tinggi. 
Ciri-ciri utama pondok pesantren yang ada pada masa itu bahkan berlaku sampai sekarang adalah sebuah Lembaga Pendidikan Islam yang di dalamnya terdapat seorang kiai (wali/syekh) sebagai pendidik dan pengajar, para santri (anak didik) dengan sarana mesjid yang digunakan untuk menyelenggarakan pendidikan serta di dukung adanya pondok sebagai tenpat tinggal para santri  dan dilaksanakannya pengajian kitab kuning.[14]
DAFTAR PUSTAKA

1.    Dra. Zuhairini, dkk. Sejarah Pendidikan Islam, PT. Bumi Aksara, Jakarta, 2008
2.    Drs. Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam, PT. Raja Grafido Persada,1999
3.    Prof. H. Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Hidakarya Agung, Jakarta, 1985
4.        Dr. H.M. Afif Hasan, M.Pd. Ilmu Pendidikan Islam (Refleksi Pencarian Spektrum Pendidikan Islam, Malang:Universitas Negeri Malang.2011


[1] Drs. Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam, PT. Raja Grafido Persada,1999. Hlm. 17
[2] Dra. Zuhairini, dkk. Sejarah Pendidikan Islam, PT. Bumi Aksara, Jakarta, 2008. Hlm.134
[3] Prof. H. Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Hidakarya Agung, Jakarta, 1985, hlm. 14
[4] Drs. Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam, PT. Raja Grafido Persada,1999. Hlm. 20

[5] Dra. Zuhairini, dkk. Sejarah Pendidikan Islam, PT. Bumi Aksara, Jakarta, 2008. Hlm.135
[6] Drs. Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam, PT. Raja Grafido Persada,1999. Hlm. 29
[7] Dra. Zuhairini, dkk. Sejarah Pendidikan Islam, PT. Bumi Aksara, Jakarta, 2008. Hlm.136
[8] Prof. H. Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Hidakarya Agung, Jakarta, 1985, hlm. 1219
[9] Dra. Zuhairini, dkk. Sejarah Pendidikan Islam, PT. Bumi Aksara, Jakarta, 2008. Hlm.143
[10] Ibid, hlm 143
[11] Drs. Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam, PT. Raja Grafido Persada,1999. Hlm. 37-39
[12] Dra. Zuhairini, dkk. Sejarah Pendidikan Islam, PT. Bumi Aksara, Jakarta, 2008. Hlm.145
[13] Ibid. hlm141-142
[14] Dr. H.M. Afif Hasan, M.Pd. Ilmu Pendidikan Islam (Refleksi Pencarian Spektrum Pendidikan Islam, Malang:Universitas Negeri Malang.2011 hlm. 128

Tidak ada komentar:

Posting Komentar