Kumpulan Makalah

Minggu, 21 Agustus 2011

PROFESIONALISME GURU DALAM MENCEGAH MISKONSEPSI PEMBELAJARAN


BAB I
PENDAHULUAN

Guru memegang peranan yang sangat penting dalam proses belajar mengajar. Dipundaknya terpikul tanggung jawab utama keefektifan dan keberhasilan seluruh usaha kependidikan persekolahan.
Sementara itu, mengajar bukan tugas yang ringan bagi guru. Konsekuensi tanggung jawab guru juga berat. Di kelas, guru akan berhadapan dengan sekelompok anak didik dengan segala persamaan dan perbedaannya. Sikap dan perilaku anak didik bervariasi dengan indikator pendiam, suka bicara, aktif belajar, gemar menggambar, gemar menulis, malas dan sebagainya. Sebagai anak didik mereka memerlukan bimbingan dan pembinaan dari guru supaya menjadi anak yang cakap, aktif, kreatif dan mandiri serta bertanggung jawab atas perbuatannya.
Karena tugas guru yang berat itu, maka mereka yang berprofesi sebagai guru harus menguasai konsep pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan anak didik dan selalu aktif-kreatif menerapkannya dalam kegiatan belajar mengajar. Dengan begitu tidak ada kesan mengajar asal-asalan. Mengerti atau tidak anak didik, yang penting gugur kewajiban di kelas.
Guru harus mempunyai profesionalitas yang memadai sehingga dapat menjawab kegamangan sebagian orang tua yang kadang-kadang merasa cemas ketika menyaksikan anak-anak mereka berangkat ke sekolah, karena masih ragu akan kemampuan guru anak mereka.










a. Konsep Pembelajaran dan pembentukan pola pikir anak didik
Di masa lalu pembelajaran dipandang sebagai proses transformasi atau pengisian otak dengan pengetahuan. Sejalan dengan pandangan tersebut, metode yang digunakan guru banyak berpusat pada metode ceramah, bagaimanapun sifat bahan ajar dan situasi yang dihadapinya.
Pertama kali perlu dibedakan antara pembelajaran yang dimaksudkan sebagai pembinaan akal sebagai penentu pola pikir anak didik dengan pembelajaran yang dimaksudkan sebagai transformasi pengetahuan. Transformasi pengetahuan adalah memberikan atau memindahkan informasi tentang pengetahuan kepada anak didik. Dalam proses transformasi anak didik hanya bersifat pasif dimana dia hanya menerima informasi sebanyak dia mampu, yang diinformasikan atau dituangkan kepada khazanah keilmuannya. Dalam hal ini otak anak didik tak ubahnya seperti gudang yang menampung banyak ilmu pengetahuan.
Konsep Pembelajaran harus melampaui dari sekedar menjadikan otak anak didik sebagai wadah yang terus menerus hanya diisi oleh air informasi. Seorang guru harus membina sisi lain pada kemampuan akal anak didik yaitu kemampuan berpikir. Berpikir adalah proses memecahkan persoalan-persoalan  baru yang tidak pernah di mengerti dan dipelajari sebelummnya dari gurunya dan tidak ada dalam gudang pengetahuannya, atau umum disebut dengan problem solving. Karena itu berpikir harus dibedakan dari belajar dalam arti transormasi pengetahuan. Berpikir dapat menggiatkan akal untuk menyimpulkan kesimpulan-kesimpulan baru dari perbendaharaan ilmu pengetahuan yang sudah dimiliki yang lantas ditambahkan ke khazanak keilmuannya, sehingga keilmuannya dapat bertambah tanpa bergantung lagi pada pembelajaran seorang guru. Dengan kata lain, seorang guru tidak boleh hanya memperbesar daya serap anak didik tehadap segala informasi, melainkan juga harus – dan ini merupakan tujuan yang lebih tinggi – mempertajam daya pikirnya sehingga terbentuk pola pikir yang dinamis.
Bertolak dari hal tersebut, maka guru harus memahami bahwa siswa tidak lagi harus duduk manis dikelas, mendengarkan guru bercerita dan menyajikan informasi pengetahuan kemudian disuruh menghafal sepaket hafalan untuk dijawab kembali ketika gurunya menanyakannya. Guru harus memahami bahwa belajar tidak didefinisikan sebagai proses perubahan tingkah laku dan pola pikir anak didik yang dilakukan pendidik kepada anak didiknya. Tetapi, belajar harus didefinisikan sebagai interaksi yang saling menguntungkan anfara guru dan anak didik dalam membangun pengetahuan.[1]
Konsep pembelajaran yang lebih ditujukan untuk melandasi pengembangan kemampuan akal dan membentuk pola pikir anak didik, tentunya memiliki konsekuensi pula terhadap penentuan strategi pembelajaran yang hendak dikembangkan. Apabila yang menjadi tujuan dalam pembelajaran adalah penguasaan informasi-intelektual, sebagaimana yang banyak dikembangkan oleh kalangan pendukung filsafat klasik dalam rangka pewarisan budaya ataupun keabadian, maka strategi pembelajaran yang dikembangkan akan lebih berpusat kepada guru. Guru merupakan tokoh sentral di dalam proses pembelajaran dan merupakan pusat informasi dan pengetahuan. Sedangkan peserta didik hanya sebagai obyek yang secara pasif menerima sejumlah informasi dari guru. Metode dan teknik pembelajaran yang digunakan pada umumnya bersifat penyajian (ekspositorik) secara massal, seperti ceramah atau seminar. Selain itu, pembelajaran cenderung lebih bersifat tekstual. Sedangkan Strategi pembelajaran yang berorientasi pada anak didik, maka yang aktif dalam suatu proses pembelajaran adalah peserta didik itu sendiri. Peserta didik secara aktif menentukan materi dan tujuan belajarnya sesuai dengan minat dan kebutuhannya, sekaligus menentukan bagaimana cara-cara yang paling sesuai untuk memperoleh materi dan mencapai tujuan belajarnya.

b.  Profesionalitas guru untuk menghindari miskonsepsi pembelajaran
Para guru dipandang sebagai orang yang paling mengetahui kondisi pelajar dan permasalahan belajar yang dihadapi oleh anak didiknya, karena hampir setiap hari berhadapan dengan mereka. Guru kreatif selalu mencari cara bagaimana agar proses belajar mengajar mencapai hasil sesuai tujuan serta berupaya menyesuaikan konsep pembelajaran sesuai dengan tuntutan pencapaian tujuan, dengan mempertimbangkan faktor situasi kondisi belajar siswa.[2]
Sebenarnya, tidak ada yang salah dalam semua konsep pembelajaran yang ditemukan oleh para pakar pendidikan. Tetapi biasanya yang terjadi adalah miskonsepsi atau kesalahan dalam memahami konsep itu sendiri sehingga mengakibatkan kesalahan dalam prakteknya. Akibatnya, pola pikir anak didikpun tidak terbentuk dengan baik. Banyak guru yang mempraktekkan konsep pembelajaran  sesuka dirinya sendiri padahal guru tersebut tidak mempunyai kreativitas yang memadai untuk memodifikasi konsep pembelajaran agar sesuai dengan yang dibutuhkan oleh anak didik.
Untuk dapat memahami konsep pembelajaran dengan baik dan dapat mempraktekkan konsep pembelajaran tersebut dengan baik pula, maka sangat diperlukan profesionalitas seorang guru. Akan tetapi, upaya mewujudkan kemampuan profesional, seringkali dihadapkan pada berbagai permasalahan yang dapat menghambat perwujudannya. Secara garis besar permasalahan yang dapat menjadi hambatan tersebut adalah :

1, Sikap Konservatif guru
Tak sedikit diantara para guru yang lebih senang melaksanakan tugas sebagaimana yang biasa dilakukan dari waktu ke waktu. Keadaan semacam ini menunjukkan kecenderungan tingkah laku guru yang lebih mengarah pada mempertahankan cara yang biasa dilakukan dalam melaksanakan tugas, atau ingin mempertahankan cara lama (konservatif), mengingat cara  yang dipandang baru pada umumnya menuntut berbagai perubahan dalam pola-pola kerjanya.
Tumbuhnya sikap konservatif di kalangan guru, diantaranya dikarenakan oleh adanya pandangan yang dimiliki guru yang bersangkutan tentang mengajar. Guru yang berpandangan bahwa mengajar berarti menyampaikan materi pembelajatan, cenderung untuk bersikap konservatif atau cenderung mempertahankan cara mengajar dengan hanya sekedar menyampaikan materi pembelajatan. Sebaliknya, guru yang berpandangan bahwa mengajar adalah upaya memberi kemudahan belajar, selalu mempertanyakan apakah tugas mengajar yang dilaksanakan sudah berupaya memberi kemudahan bagi siswa untuk belajar.

2, Lemahnya motivasi untuk meningkatkan kemampuan
Dorongan untuk meningkatkan kemampuan melaksanakan tugas profesional sebagai guru seharusnya muncul dari dalam diri sendiri dan hal ini lebih baik dari dorongan yang muncul dari luar. Dorongan semacam ini tidak bersifat sementara, dan menjadi prasyarat bagi tumbuhnya upaya meningkatkan kemampuan.

3. Ketidak pedulian terhadap berbagai perkembangan
Sikap konservatif mempunyai kaitan dengan sikap tidak peduli terhadap berbagai perkembangan dan kemajuan dalam dunia pendidikan. Dewasa ini telah banyak dicapai berbagai perkembangan dalam dunia pendidikan yang bertujuan meningkatkan mutu hasil belajar siswa. Informasi tentang hal itu  banyak diperoleh dari berbagai literature, buku-buku teks, majalah, jurnal dan pemberitaan berbagai media massa. Setiap perkembangan atau kemajuan yang dicapai merupakan alternativ bagi guru untuk berupaya meningkatkan mutu pembelajaran yang dilaksanakan.























Penutup

Dalam UU nomer 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas bab II pasal 3:11 dijelaskan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga yang demokratis serta bertanggung jawab.
Untuk mencapai tujuan di atas tentunya harus diciptakan suasana belajar yang kondusif yang didukung oleh konsep pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan anak didik serta tenaga pengajar yang profesional. Untuk menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, maka tergantung pada kemampuan para tenaga pengajar. Guru sebagai pendidik dan pengajar harus bisa menjalankan tugasnya dengan baik serta tampil mengesankan dihadapan anak didiknya.
Seorang guru juga harus memahami bahwa belajar-mengajar bukan hanya sebagai proses tranformasi ilmu pengetahuan tetapi harus ditujuan untuk mengoptimalkan potensi anak didik terutama dalam pembentukan pola pikinya.
Selain itu, guru harus menguasai bidang-bidang pengetahuan tentang konsep-konsep dan prinsip-prinsip pendidikan dan keguruan, seperti Psikologi Pendidikan, Pengembangan Kurikulum, Metode Pembelajaran, Metodologi Pendidikan, Bimbingan dan Penyuluhan, Administrasi Pendidikan dan ilmu-ilmu lain yang membantu dalam proses belajar mengajar.











DAFTAR PUSTAKA

Drs. Lukmanul Hakiim, Perencanaan Pembelajaran, CV.Wacana Prima, Bandung 2007
Drs. H. Abu Ahmadi,Dra. Nu Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, PT. Rineka Cipta, Jakarta 203
Drs. Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2002
Abrari Rusyan, Pendekatan dalam Proses  Belajar Mengajar, Remadja Kosdakarya, Bandung 1989
Muyasa, Menjadi Guru Profesional, PT Remadja Kosdakarya, Bandung 2007


[1] Abrari Rusyan, Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar,Remadja Kosdakarya, Bandung:1989
[2] Drs. Syaiful Bahri Djamarah Psikologi Belajar Rineka Cipta, Jakarta, 2002

Tidak ada komentar:

Posting Komentar